Archive for 2010

BUDIDAYA TERNAK SAPI PERAH ( Bos sp. )

1. SEJARAH SINGKAT

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.

Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.

Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.

2. SENTRA PERIKANAN

Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang beriklim sedang. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari).

3. JENIS

Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia). Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.

4. MANFAAT

Peternakan sapi menghasilkan daging sebagai sumber protein, susu, kulit yang dimanfaatkan untuk industri dan pupuk kandang sebagai salah satu sumber organik lahan pertanian.

5. PERSYARATAN LOKASI

Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak. Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya. Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan
kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

6.2. Pembibitan

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah:

1. produksi susu tinggi,
2. umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
3. berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
4. bentuk tubuhnya seperti baji,
5. matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat,
6. ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek,
7. tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
8. tiap tahun beranak.

Sementara calon induk yang baik antara lain:

1. berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi,
2. kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar,
3. jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar,
4. pertumbuhan ambing dan puting baik,
5. jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta
6. sehat dan tidak cacat.

Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. umur sekitar 4-5 tahun,
2. memiliki kesuburan tinggi,
3. daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya,
4. berasal dari induk dan pejantan yang baik,
5. besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik,
6. kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat,
7. muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar,
8. paha rata dan cukup terpisah,
9. dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar,
10. badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta
11. sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.

Prosedur:

1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan. Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam kandang yang bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya.
2. Perawatan Bibit dan Calon Induk
Seluruh sapi perah dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Jika sapi yang disisihkan tersebut telah menghasilkan susu, sapi diseleksi kembali berdasarkan produksi susunya, kecenderungan terkena radang ambing dan temperamennya.
3. Sistim Pemuliabiakan
Seringkali sapi perah dara dikawinkan dengan pejantan pedaging untuk mengurangi risiko kesulitan lahir dan baru setelah menghasilkan anak satu dikawinkan dengan pejantan sapi perah pilihan. Bibit harus diberi kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.

6.3. Pemeliharaan

1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.
2. Perawatan Ternak
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar). Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.
3. Pemberian Pakan
Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1. sistem penggembalaan (pasture fattening)
2. kereman (dry lot fattening)
3. kombinasi cara pertama dan kedua.
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa
umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari.
Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.
4. Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Penyakit

1. Penyakit antraks
* Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
* Gejala:
1. demam tinggi, badan lemah dan gemetar;
2. gangguan pernafasan;
3. pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul;
4. kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina;
5. kotoran ternak cair dan sering bercampur darah;
6. limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
* Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
* Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
* Gejala:
1. rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening;
2. demam atau panas, suhu badan menurun drastis;
3. nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali;
4. air liur keluar berlebihan.
* Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
* Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
* Gejala:
1. kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan;
2. leher, anus, dan vulva membengkak;
3. paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua;
4. demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
* Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
* Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
* Gejala:
1. mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh;
2. kulit kuku mengelupas;
3. tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit;
4. sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.

7.2. Pencegahan Serangan

Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.

8. PANEN

8.1. Hasil Utama

Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk betina.

8.2. Hasil Tambahan

Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.

9. PASCAPANEN : …

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya. Produksi susu sapi di dunia kini sudah melebihi 385 juta m2/ton/th dengan tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada pedet, pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan pembelian sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan yang ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini. Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5-4% dari bahan kering

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan rata-rata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansi-instansi lain yang berkompeten, serta tetap memantapkan pola PIR diatas.

11. DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. [ ]. Pedoman beternak sapi perah. Purwokerto, Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. 2 hal. (brosur).
2. Anonim. 1983. Petunjuk cara-cara penggunaan obat-obatan ternak. Samarinda, Dinas Peternakan Kalimantan Timur. 12 hal.
3. Anonim. 1988. Kondisi peternakan sapi perah dan kualitas susu di pulau Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.
4. Anonim. 1988. Pemerahan, satu faktor penentu jumlah air susu. Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.
5. Anonim. 1988. Upaya peningkatan kesejahteraan peternak melaluipeningkatan efisiensi produksi. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 16-24.
6. Bandini, Yusni. 1997. Sapi Bali. Cet 1. Jakarta, Penebar Swadaya. 73 hal.
7. Church, D.C. 1991. Livestock feeds and feeding. 3 ed. New Jersey, Prentice-Hall, Inc.: 278-279.
8. Djaja, Willian. 1988. Hidup bersih dan sehat di peternakan sapi perah. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 25-26.
9. Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius. 43 hal.
10. Fox, Michael W. 1984. Farm animals: husbandry, behavior, and veterinary practice. Baltimore Maryland, University Park Press: 82-112; 150.
11. Ginting, Eliezer. 1988. Bimbingan dan penyuluhan usaha sapi perah rakyat di Jawa Timur. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 27-33.
12. Hehanussa, P.E. 1995. Rencana induk Life Science Center-Cibinong. Limnotek, 3 (1) 1995: 1-34.
13. Hermanto. 1988. Bagaimana cara penanganan sapi perah pada masa kering? Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 24-25.
14. Nienaber, J.A., et al. 1974. Livestock environment affects production and health. Proceedings of the International Livestock Environment Conference. St. Joseph, American Society of Agricultural Engineers.
15. Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan ternak sapi. Jakarta, PT. Media: 1-38; 133.
16. Sabrani, M. 1994. Teknologi pengembangan sapi Sumba Ongole. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: 15-26.
17. Suryanto, Bambang; Santosa, Siswanto Imam; Mukson. 1988. Ilmu Usaha Peternakan. Semarang, Fakultas Peternakan UNDIP. 63 hal.
18. Warudjo, Bambang 1988. Kualitas dan harga susu. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 34-38.

12. KONTAK HUBUNGAN

1. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

BUDIDAYA TERNAK SAPI POTONG ( Bos sp. )

1. SEJARAH SINGKAT

Sapi yang ada sekarang ini berasal dari Homacodontidae yang dijumpai pada babak Palaeoceen. Jenis-jenis primitifnya ditemukan pada babak Plioceen di India. Sapi Bali yang banyak dijadikan komoditi daging/sapi potong pada awalnya dikembangkan di Bali dan kemudian menyebar ke beberapa wilayah seperti: Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi.

2. SENTRA PETERNAKAN

Sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura banyak terdapat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi. Sapi jenis Aberdeen angus banyak terdapat di Skotlandia. Sapi Simental banyak terdapat di Swiss. Sapi Brahman berasal dari India dan banyak dikembangkan di Amerika.

3. JENIS

Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan).

Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Selain itu juga sapi Aceh yang banyak diekspor ke Malaysia (Pinang). Dari populasi sapi potong yang ada, yang penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO, Madura dan Brahman. Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg. dan persentase karkasnya 56,9%. Sapi Aberdeen angus (Skotlandia) bulu berwarna hitam, tidak bertanduk, bentuk tubuh rata seperti papan dan dagingnya padat, berat badan umur 1,5 tahun dapat mencapai 650 kg, sehingga lebih cocok untuk dipelihara sebagai sapi potong. Sapi Simental (Swiss) bertanduk kecil, bulu berwarna coklat muda atau kekuning-kuningan. Pada bagian muka, lutut kebawah dan jenis gelambir, ujung ekor berwarna putih.

Sapi Brahman (dari India), banyak dikembangkan di Amerika. Persentase karkasnya 45%. Keistimewaan sapi ini tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, jenis pakan (rumput dan pakan tambahan) apapun akan dimakannya, termasuk pakan yang jelek sekalipun. Sapi potong ini juga lebih kebal terhadap gigitan caplak dan nyamuk serta tahan panas.

4. MANFAAT

Memelihara sapi potong sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai tenaga kerja. Sapi juga dapat digunakan meranih gerobak, kotoran sapi juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk pupuk organik yang dibutuhkan oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran sapi dapat menjadi sumber hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur dan subur.

Semua organ tubuh sapi dapat dimanfaatkan antara lain:

1. Kulit, sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat pinggang, topi, jaket.
2. Tulang, dapat diolah menjadi bahan bahan perekat/lem, tepung tulang dan garang kerajinan
3. Tanduk, digunakan sebagai bahan kerajinan seperti: sisir, hiasan dinding dan masih banyak manfaat sapi bagi kepentingan manusia.

5. PERSYARATAN LOKASI

Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak. Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya. Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan
kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

Kandang untuk pemeliharaan sapi harus bersih dan tidak lembab. Pembuatan kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang meliputi konstruksi, letak, ukuran dan perlengkapan kandang.

1. Konstruksi dan letak kandang
Konstruksi kandang sapi seperti rumah kayu. Atap kandang berbentuk kuncup dan salah satu/kedua sisinya miring. Lantai kandang dibuat padat, lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya dan agak miring kearah selokan di luar kandang. Maksudnya adalah agar air yang tampak, termasuk kencing sapi mudah mengalir ke luar lantai kandang tetap kering. Bahan konstruksi kandang adalah kayu gelondongan/papan yang berasal dari kayu yang kuat. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi agak terbuka agar sirkulasi udara didalamnya lancar. Termasuk dalam rangkaian penyediaan pakan sapi adalah air minum yang bersih. Air minum diberikan secara ad libitum, artinya harus tersedia dan tidak boleh kehabisan setiap saat. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang. Pembuatan kandang sapi dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah/ladang.
2. Ukuran Kandang
Sebelum membuat kandang sebaiknya diperhitungkan lebih dulu jumlah sapi yang akan dipelihara. Ukuran kandang untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m. Sedangkan untuk seekor sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk seekor anak sapi cukup 1,5x1 m.
3. Perlengkapan Kandang
Termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar kandang, tetapi masih dibawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak/ tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada permukaan lantai. Dengan demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur didalamnya. Perlengkapan lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit, dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan penyakit sekaligus bisa dipakai untuk memandikan sapi.

6.2. Pembibitan

Syarat ternak yang harus diperhatikan adalah:

1. Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya.
2. Matanya tampak cerah dan bersih.
3. Tidak terdapat tanda-tanda sering butuh, terganggu pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir.
4. Kukunya tidak terasa panas bila diraba.
5. Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya.
6. Tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan dubur.
7. Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu.
8. Pusarnya bersih dan kering, bila masih lunak dan tidak berbulu menandakan bahwa pedet masih berumur kurang lebih dua hari.

Untuk menghasilkan daging, pilihlah tipe sapi yang cocok yaitu jenis sapi Bali, sapi Brahman, sapi PO, dan sapi yang cocok serta banyak dijumpai di daerah setempat. Ciri-ciri sapi potong tipe pedaging adalah sebagai berikut:

1. tubuh dalam, besar, berbentuk persegi empat/bola.
2. kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan.
3. laju pertumbuhannya relatif cepat.
4. efisiensi bahannya tinggi.

6.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan sapi potong mencakup penyediaan pakan (ransum) dan pengelolaan kandang. Fungsi kandang dalam pemeliharaan sapi adalah :

1. Melindungi sapi dari hujan dan panas matahari.
2. Mempermudah perawatan dan pemantauan.
3. Menjaga keamanan dan kesehatan sapi.

Pakan merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan dan pembangkit tenaga. Makin baik mutu dan jumlah pakan yang diberikan, makin besar tenaga yang ditimbulkan dan masih besar pula energi yang tersimpan dalam bentuk daging.

1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas.
2. Pemberian Pakan
Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Sapi dalam masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi cara pertama dan kedua.
Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang rumput, yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat penggembalaan cukup luas, dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam per hari. Dengan cara ini, maka tidak memerlukan ransum tambahan pakan penguat karena sapi telah memakan bermacam-macam jenis rumput.
Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang yang dikenal dengan istilah kereman. Sapi yang dikandangkan dan pakan diperoleh dari ladang, sawah/tempat lain. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1% - 2% dari berat badan. Ransum tambahan berupa dedak halus atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek, ampas tahu. yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput ditempat pakan. Selain itu, dapat ditambah mineral sebagai penguat berupa garam dapur, kapus. Pakan sapi dalam bentuk campuran dengan jumlah dan perbandingan tertentu ini dikenal dengan istilah ransum.
Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara penggembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (legu minosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi adalah rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun lamtoro.
Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan dengan tujuan agar tahan disimpan lebih lama. Termasuk dalam hijauan kering adalah jerami padi, jerami kacang tanah, jerami jagung, dsb. yang biasa digunakan pada musim kemarau. Hijauan ini tergolong jenis pakan yang banyak mengandung serat kasar.
Hijauan segar dapat diawetkan menjadi silase. Secara singkat pembuatan silase ini dapat dijelaskan sebagai berikut: hijauan yang akan dibuat silase ditutup rapat, sehingga terjadi proses fermentasi. Hasil dari proses inilah yang disebut silase. Contoh-contoh silase yang telah memasyarakat antara lain silase jagung, silase rumput, silase jerami padi, dll.
3. Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Penyakit

1. Penyakit antraks
* Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
* Gejala:
1. demam tinggi, badan lemah dan gemetar;
2. gangguan pernafasan;
3. pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul;
4. kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina;
5. kotoran ternak cair dan sering bercampur darah;
6. limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
* Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
* Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
* Gejala:
1. rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening;
2. demam atau panas, suhu badan menurun drastis;
3. nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali;
4. air liur keluar berlebihan.
* Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
* Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
* Gejala:
1. kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan;
2. leher, anus, dan vulva membengkak;
3. paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua;
4. demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
* Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
* Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
* Gejala:
1. mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh;
2. kulit kuku mengelupas;
3. tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit;
4. sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.

7.2. Pengendalian

Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah:

1. Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi.
2. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan.
3. Mengusakan lantai kandang selalu kering.
4. Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.

8. PANEN

8.1. Hasil Utama

Hasil utama dari budidaya sapi potong adalah dagingnya

8.2. Hasil Tambahan

Selain daging yang menjadi hasil budidaya, kulit dan kotorannya juga sebagai hasil tambahan dari budidaya sapi potong.

9. PASCAPANEN

9.1. Stoving

Ada beberapa prinsip teknis yang harus diperhatikan dalam pemotongan sapi agar diperoleh hasil pemotongan yang baik, yaitu:

1. Ternak sapi harus diistirahatkan sebelum pemotongan
2. Ternak sapi harus bersih, bebas dari tanah dan kotoran lain yang dapat mencemari daging.
3. Pemotongan ternak harus dilakukan secepat mungkin, dan rasa sakit yang diderita ternak diusahakan sekecil mungkin dan darah harus keluar secara tuntas.
4. Semua proses yang digunakan harus dirancang untuk mengurangi jumlah dan jenis mikroorganisme pencemar seminimal mungkin.

9.2. Pengulitan

Pengulitan pada sapi yang telah disembelih dapat dilakukan dengan menggunakan pisau tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak. Kulit sapi dibersihkan dari daging, lemak, noda darah atau kotoran yang menempel. Jika sudah bersih, dengan alat perentang yang dibuat dari kayu, kulit sapi dijemur dalam keadaan terbentang. Posisi yang paling baik untuk penjemuran dengan sinar matahari adalah dalam posisi sudut 45 derajat.

9.3. Pengeluaran Jeroan

Setelah sapi dikuliti, isi perut (visceral) atau yang sering disebut dengan jeroan dikeluarkan dengan cara menyayat karkas (daging) pada bagian perut sapi.

9.4. Pemotongan Karkas

Akhir dari suatu peternakan sapi potong adalah menghasilkan karkas berkualitas dan berkuantitas tinggi sehingga recahan daging yang dapat dikonsumsipun tinggi. Seekor ternak sapi dianggap baik apabila dapat menghasilkan karkas sebesar 59% dari bobot tubuh sapi tersebut dan akhirnya akan diperoleh 46,50% recahan daging yang dapat dikonsumsi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari seekor sapi yang dipotong tidak akan seluruhnya menjadi karkas dan dari seluruh karkas tidak akan seluruhnya menghasilkan daging yang dapat dikonsumsi manusia. Oleh karena itu, untuk menduga hasil karkas dan daging yang akan diperoleh, dilakukan penilaian dahulu sebelum ternak sapi potong. Di negara maju terdapat spesifikasi untuk pengkelasan (grading) terhadap steer, heifer dan cow yang akan dipotong.

Karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kiri dan karkas tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong menjadi sub-bagian leher, paha depan, paha belakang, rusuk dan punggung. Potongan tersebut dipisahkan menjadi komponen daging, lemak, tulang dan tendon. Pemotongan karkas harus mendapat penanganan yang baik supaya tidak cepat menjadi rusak, terutama kualitas dan hygienitasnya. Sebab kondisi karkas dipengaruhi oleh peran mikroorganisme selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan.

Daging dari karkas mempunyai beberapa golongan kualitas kelas sesuai dengan lokasinya pada rangka tubuh. Daging kualitas pertama adalah daging di daerah paha (round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin), lebih kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk (rib) kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck) lebih kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%, nomor enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah daging daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate & suet) lebih kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank) lebih kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian dari karkas tersebut di atas dihitung dari berat karkas (100%). Persentase recahan karkas dihitung sebagai berikut:

Persentase recahan karkas = Jumlah berat recahan / berat karkas x 100 %

Istilah untuk sisa karkas yang dapat dimakan disebut edible offal, sedangkan yang tidak dapat dimakan disebut inedible offal (misalnya: tanduk, bulu, saluran kemih, dan bagian lain yang tidak dapat dimakan).

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis budidaya sapi potong kereman setahun di Bangli skala 25 ekor pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:

1. Biaya Produksi
1. Pembelian 25 ekor bakalan : 25 x 250 kg x Rp. 7.800,- -----------------------> Rp. 48.750.000,-
2. Kandang ---------------------------------------------------------------------> Rp. 1.000.000,-
3. Pakan
* Hijauan: 25 x 35 kg x Rp.37,50 x 365 hari --------------> Rp. 12.000.000,-
* Konsentrat: 25 x 2kg x Rp. 410,- x 365 hari ------------> Rp. 7.482.500,-
4. Retribusi kesehatan ternak: 25 x Rp. 3.000,- ---------------> Rp. 75.000,-
Jumlah biaya produksi -----------------------------------------------------------> Rp. 69.307.500,-
2. Pendapatan :
1. Penjualan sapi kereman Tambahan berat badan: 25 x 365 x 0,8 kg = 7.300 kg, Berat sapi setelah setahu: (25 x 250 kg) + 7.300 kg = 13.550 kg
* Harga jual sapi hidup: Rp. 8.200,-/kg x 13.550 kg --------------------------> Rp. 111.110.000,-
2. Penjualan kotoran basah: 25 x 365 x 10 kg x Rp. 12,- ------------------------> Rp. 1.095.000,-
Jumlah Pendapatan -------------------------------------------------------------> Rp. 112.205.000,-
3. Keuntungan
Tanpa memperhitungkan biaya tenaga internal keuntungan Penggemukan 25 ekor sapi selama setahun. ---------> Rp. 42.897.500,-
4. Parameter kelayakan usaha : a. B/C ratio = 1,61

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Sapi potong mempunyai potensi ekonomi yang tinggi baik sebagai ternak potong maupun ternak bibit. Selama ini sapi potong dapat mempunyai kebutuhan daging untuk lokal seperti rumah tangga, hotel, restoran, industri pengolahan, perdagangan antar pulau. Pasaran utamanya adalah kota-kota besar seperti kota metropolitan Jakarta. Konsumen untuk daging di Indonesia dapat digolongkan ke dalam beberapa segmen yaitu :

1. Konsumen Akhir
Konsumen akhir, atau disebut konsumen rumah tangga adalah pembeli-pembeli yang membeli untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan individunya. Golongan ini mencakup porsi yang paling besar dalam konsumsi daging, diperkirakan mencapai 98% dari konsumsi total. Mereka ini dapat dikelompokkan lagi ke dalam ova sub segmen yaitu :
1. Konsumen dalam negeri ( Golongan menengah keatas )
Segmen ini merupakan segmen terbesar yang kebutuhan dagingnya kebanyakan dipenuhi dari pasokan dalam negeri yang masih belum memperhatikan kualitas tertentu sebagai persyaratan kesehatan maupun selera.
2. Konsumen asing
Konsumen asing yang mencakup keluarga-keluarga diplomat, karyawan perusahaan dan sebagian pelancong ini porsinya relatif kecil dan tidak signifikan. Di samping itu juga kemungkinan terdapat konsumen manca negara yang selama ini belum terjangkau oleh pemasok dalam negeri, artinya ekspor belum dilakukan/jika dilakukan porsinya tidak signifikan.
2. Konsumen Industri
Konsumen industri merupakan pembeli-pembeli yang menggunakan daging untuk diolah kembali menjadi produk lain dan dijual lagi guna mendapatkan laba. Konsumen ini terutama meliputi: hotel dan restauran dan yang jumlahnya semakin meningkat Adapun mengenai tata niaga daging di negara kita diatur dalam inpres nomor 4 tahun 1985 mengenai kebijakansanakan kelancaran arus barang untuk menunjang kegiatan ekonomi. Di Indonesia terdapat 3 organisasi yang bertindak seperti pemasok daging yaitu :
1. KOPPHI (Koperasi Pemotongan Hewan Indonesia), yang mewakili pemasok produksi peternakan rakyat.
2. APFINDO (Asosiasi Peternak Feedlot (penggemukan) Indonesia), yang mewakili peternak penggemukan
3. ASPIDI (Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia).

11. DAFTAR PUSTAKA

1. Abbas Siregar Djarijah. 1996, Usaha Ternak Sapi, Kanisius, Yogyakarta.
2. Yusni Bandini. 1997, Sapi Bali, Penebar Swadaya, Jakarta.
3. Teuku Nusyirwan Jacoeb dan Sayid Munandar. 1991, Petunjuk Teknis Pemeliharaan Sapi Potong, Direktorat Bina Produksi Peternaka
4. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta Undang Santosa. 1995, Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi, Penebar Swadaya,
Jakarta.
5. Lokakarya Nasional Manajemen Industri Peternakan. 24 Januari 1994,Program Magister Manajemen UGM, Yogyakarta.
6. Kohl, RL. and J.N. Uhl. 1986, Marketing of Agricultural Products, 5 th ed, Macmillan Publishing Co, New York.

12. KONTAK HUBUNGAN

1. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

PENGEMUKAN SAPI POTONG SISTEM KEREMAN

1. KELUARAN
Teknologi dan metoda pengemukan sapi
2. BAHAN
Sapi bakalan, hijauan segar, makanan penguat, konsentrat, vitamin, air minum dan obat-obatan
3. ALAT
Timbangan, takaran, ember, sabit, cangkul, karung plastik, dll.
4. PEDOMAN TEKNIS
Penggemukan pada dasarnya adalah memanfaatkan potensi genetik untuk tumbuh dan menyimpan lemak tubuh dalam jangka waktu maksimal 6 bulan. Sistem kereman adalah pemeliharaan di kandang dengan diberi pakan dasar hijauan (rumput dan leguminosa), dan pakan tambahan (konsentrat). Jumlah pakan tambahan minimal 1 1/2 % berat badan dengan kandungan protein 14 -16 %.
1. Sapi bakalan
Umur sapi yang akan digemukkan adalah sapi jantan muda atau dewasa, kurus dan sehat. Bobot badan sapi minimal 200 kg, dengan umur kurang antara 1-1,5 tahun
2. Pakan tambahan (konsentrat)
Untuk mendapatkan pertambahan sapi dengan cepat maka perlu diimbangi dengan penambahan makanan penguat, yang mudah didapat, antara lain dengan batas penggunaan dalam ransum (9/100 gram) dedak padi/katul 60, batang sagu (hati sagu) 6, bungkil kelapa 30, tepung ikan 3, garam dapur 0,5 dan mixed mineral 0,5.
3. Perkandangan
Kandang ternak harus berjarak 10 - 20 m dari rumah atau sumber air. Ukuran kandang per ekor adalah : lebar 125 cm dan panjang 2 m, lantai kandang usahakan dengan alas semen dan tidak becek/kotor. Tempat makan, minum dan garam harus mudah terjangkau oleh ternak. Kotoran ternak harus dibersihkan setiap hari dan buatkan penampungan kotoran untuk kompos yang terpisah dari kandang.
5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001
6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

BUDIDAYA TERNAK DOMBA

1. KELUARAN

Ternak domba berproduksi optimal

2. PEDOMAN TEKNIS

1. Jenis domba asli di Indonesia adalah domba ekor tipis, Domba ekor gemuk dan Domba garut
2. Memilih bibit
1. Pemilihan bibit, umur Domba > 12 bulan (2 buah gigi seri tetap), dengan tubuh baik, bebas cacat tubuh, puting dua buah dan berat badan > 20 kg, keturunan dari ternak yang beranak kembar.
2. Calon pejantan, umur > 1 1/2 tahun (2 gigi seri tetap), keturunan domba beranak kembar, tidak cacat, skrotum symetris dan relatif besar, sehat dan konfirmasi tubuh seimbang.
3. Pakan
1. Ternak domba menyukai macam-macam daun-daunan sebagai pakan dasar dan pakan tambahan (konsentrat).
2. Pakan tambahan dapat disusun (bungkil kalapa, bungkil kedelai), dedak, tepung ikan ditambah mineral dan vitamin.
3. Pakan dasar umumnya adalah rumput kayangan, daun lamtoro, gamal, daun nangka, dsb.
4. Pemberian hijauan sebaiknya mencapai 3 % berat badan (dasar bahan kering) atau 10 - 15 % berat badan (dasar bahan segar)
4. Pemberian pakan induk
Selain campuran hijauan, pakan tambahan perlu diberikan saat bunting tua dan baru melahirkan, sekitar 1 1/2 % berat badan dengan kandungan protein 16 %.
5. Kandang
Pada prinsipnya bentuk, bahan dan konstruksi kandang kambing berukuran 1 1/2 m2 untuk induk secara individu. Pejantan dipisahkan dengan ukuran kandang 2 m2, sedang anak lepas sapih disatukan (umur 3 bulan) dengan ukuran 1 m / ekor. Tinggi penyekat 1 1/2 - 2 X tinggi ternak.
6. Pencegahan penyakit : sebelum dikandangkan, domba harus dibebaskan dari parasit internal dengan pemberian obat cacing, dan parasit eksternal dengan dimandikan.

3. SUMBER

Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id

4. KONTAK HUBUNGAN

Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

SUSU TAMBAHAN UNTUK ANAK DOMBA

1. KELUARAN
Teknologi pemberian susu tambahan
2. BAHAN
Air susu sapi/susu bubuk, minyak ikan, telur ayam, gula pasir.
3. PERALATAN
Sendok, dot susu, gelas
4. PEDOMAN TEKNIS
1. Cara membuat susu jolong (apabila induk mati atau anak domba lahir > 2 ekor) pada hari pertama dan kedua. Campurkan secara merata 0,25-0,5 liter susu sapi, susu bubuk, atau susu kambing, tambahkan minyak ikan, 1 butir telur ayam dan setengah sendok makan gula pasir. Aduk hingga merata dan berikan 200 - 300 cc/hari.
2. Cara pemberian susu jolong adalah dengan botol susu (dot bayi manusia). Berikan langsung secara disusukan 3 - 4 kali dengan letak botol lebih tinggi
dari anak domba.
3. Susu buatan dibuat dari 3-4 sendok makan susu bubuk (susu skim), 250-300 cc air matang hangat, tambahkan mentega dan 1/2 sensok makan gula pasir. Aduk hingga merata dan berikan untuk satu hari.
4. Pemberian dengan botol sampai umur 2 bulan, setelah umur 1 bulan, berikan makanan pakan hijauan dan konsentrat semaunya.
5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001
6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

PENGATURAN PRODUKSI ANAK DOMBA

1. KELUARAN
Pola produksi tepat sasaran
2. PEDOMAN TEKNIS
1. Pengaturan perkawinan domba ditujukan untuk mengatur produksi anak disesuaikan dengan target penjualan. Minimal target yang dikejar adalah satu ekor per bulan dapat dijual.
2. Pejantan dan 8 ekor betina merupakan skala usaha terkecil untuk menghasilkan anak satu setiap bulan. domba induk disatukan dengan pejantan selama 2 bulan dan diganti setiap 2 bulan dengan induk berikutnya tidak bunting.
3. Lama pemeliharaan anak bersama induk adalah 3 bulan dan disapih untuk tujuan penggemukan atau bibit.
4. pakan untuk induk bunting dan menyusui ditambahkan pakan tambahan disamping pakan dasar rumput/hijauan (1 1/2 % berat badan)
3. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001
4. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

BUDIDAYA TERNAK KAMBING

1. KELUARAN
Ternak kambing produksi optimal
2. BAHAN
Kambing, pakan, peralatan konstruksi kandang, lahan
3. ALAT
Tempat pakan/minum
4. PEDOMAN TEKNIS
1. Jenis kambing asli di Indonesia adalah kambing kacang dan kambing peranakan etawa (PE)
2. Memilih bibit
Pemilihan bibit diperlukan untuk menghasilkan keturunan yang lebih baik. Pemilihan calon bibit dianjurkan di daerah setempat, bebas dari penyakit dengan phenotype baik.
1. Calon induk
Umur berkisar antara > 12 bulan, (2 buah gigi seri tetap), tingkat kesuburan reproduksi sedang, sifat keindukan baik, tubuh tidak cacat, berasal dari keturunan kembar (kembar dua), jumlah puting dua buah dan berat badan > 20 kg.
2. Calon pejantan
Pejantan mempunyai penampilan bagus dan besar, umur > 1,5 tahun, (gigi seri tetap), keturunan kembar, mempunyai nafsu kawin besar, sehat dan tidak cacat.
3. Pakan
1. Ternak kambing menyukai macam-macam daun-daunan sebagai pakan dasar dan pakan tambahan (konsentrat).
2. Pakan tambahan dapat disusun dari (bungkil kalapa, bungkil kedelai), dedak, tepung ikan ditambah mineral dan vitamin.
3. Pakan dasar umumnya adalah rumput kayangan, daun lamtoro, gamal, daun nangka, dsb.
4. Pemberian hijauan sebaiknya mencapai 3 % berat badan (dasar bahan kering) atau 10 - 15 % berat badan (dasar bahan segar)
4. Pemberian pakan induk
Selain campuran hijauan, pakan tambahan perlu diberikan saat bunting tua dan baru melahirkan, sekitar 1 1/2 % berat badan dengan kandungan protein 16 %.
5. Kandang
Pada prinsipnya bentuk, bahan dan konstruksi kandang kambing berukuran 1 1/2 m² untuk induk secara individu. Pejantan dipisahkan dengan ukuran kandang 2 m², sedang anak lepas sapih disatukan (umur 3 bulan) dengan ukuran 1 m/ekor. tinggi penyekat 1 1/2 - 2 X tinggi ternak.
6. Pencegahan penyakit : sebelum ternak dikandangkan, kambing harus dibebaskan dari parasit internal dengan pemberian obat cacing, dan parasit eksternal dengan dimandikan.
5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id.
6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia

TERNAK KAMBING

1. PENDAHULUAN
Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu, kotoran maupun kulitnya) relatif mudah. Meskipun secara tradisional telah memberikan hasil yang lumayan, jika pemeliharaannya ditingkatkan (menjadi semi intensif atau intensif), pertambahan berat badannya dapat mencapai 50 - 150 gram per hari. Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam usaha ternak kambing, yaitu: bibit, makanan, dan tata laksana.
2. BIBIT
Pemilihan bibit harus disesuaikan dengan tujuan dari usaha, apakah untuk pedaging, atau perah (misalnya: kambing kacang untuk produksi daging, kambing etawah untuk produksi susu, dll). Secara umum ciri bibit yang baik adalah yang berbadan sehat, tidak cacat, bulu bersih dan mengkilat, daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan.
* Ciri untuk calon induk:
1. Tubuh kompak, dada dalam dan lebar, garis punggung dan pinggang lurus, tubuh besar, tapi tidak terlalu gemuk.
2. Jinak dan sorot matanya ramah.
3. Kaki lurus dan tumit tinggi.
4. Gigi lengkap, mampu merumput dengan baik (efisien), rahang atas dan bawah rata.
5. Dari keturunan kembar atau dilahirkan tunggal tapi dari induk yang muda.
6. Ambing simetris, tidak menggantung dan berputing 2 buah.
* Ciri untuk calon pejantan :
1. Tubuh besar dan panjang dengan bagian belakang lebih besar dan lebih tinggi, dada lebar, tidak terlalu gemuk, gagah, aktif dan memiliki libido (nafsu kawin) tinggi.
2. Kaki lurus dan kuat.
3. Dari keturunan kembar.
4. Umur antara 1,5 sampai 3 tahun.
3. MAKANAN
Jenis dan cara pemberiannya disesuaikan dengan umur dan kondisi ternak. Pakan yang diberikan harus cukup protein, karbohidrat, vitamin dan mineral, mudah dicerna, tidak beracun dan disukai ternak, murah dan mudah diperoleh. Pada dasarnya ada dua macam makanan, yaitu hijauan (berbagai jenis rumput) dan makan tambahan (berasal dari kacang-kacangan, tepung ikan, bungkil kelapa, vitamin dan mineral).
Cara pemberiannya :
* Diberikan 2 kali sehari (pagi dan sore), berat rumput 10% dari berat badan kambing, berikan juga air minum 1,5 - 2,5 liter per ekor per hari, dan garam berjodium secukupnya.
* Untuk kambing bunting, induk menyusui, kambing perah dan pejantan yang sering dikawinkan perlu ditambahkan makanan penguat dalam bentuk bubur sebanyak 0,5 - 1 kg/ekor/hari.
4. TATA LAKSANA
1. Kandang
Harus segar (ventilasi baik, cukup cahaya matahari, bersih, dan minimal berjarak 5 meter dari rumah).
Ukuran kandang yang biasa digunakan adalah :
Kandang beranak : 120 cm x 120 cm /ekor
Kandang induk : 100 cm x 125 cm /ekor
Kandang anak : 100 cm x 125 cm /ekor
Kandang pejantan : 110 cm x 125 cm /ekor
Kandang dara/dewasa : 100 cm x 125 cm /ekor
2. Pengelolaan reproduksi
Diusahakan agar kambing bisa beranak minimal 3 kali dalam dua tahun.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Kambing mencapai dewasa kelamin pada umur 6 s/d 10 bulan, dan sebaiknya dikawinkan pada umur 10-12 bulan atau saat bobot badan
mencapai 55 - 60 kg.
2. Lama birahi 24 - 45 jam, siklus birahi berselang selama 17 - 21 hari.
3. Tanda-tanda birahi : gelisah, nafsu makan dan minum menurun, ekor sering dikibaskan, sering kencing, kemaluan bengkak dan mau/diam bila
dinaiki.
4. Ratio jantan dan betina = 1 : 10
Saat yang tepat untuk mengawinkan kambing adalah :
1. Masa bunting 144 - 156 hari (.... 5 bulan).
2. Masa melahirkan, penyapihan dan istirahat ± 2 bulan.
3. Pengendalian Penyakit
1. Hendaknya ditekankan pada pencegahan penyakit melalui sanitasi kandang yang baik, makanan yang cukup gizi dan vaksinasi.
2. Penyakit yang sering menyerang kambing adalah: cacingan, kudis (scabies), kembung perut (bloat), paru-paru (pneumonia), orf, dan koksidiosis.
4. Pasca Panen
1. Hendaknya diusahakan untuk selalu meningkatkan nilai tambah dari produksi ternak, baik daging, susu, kulit, tanduk, maupun kotorannya. Bila kambing hendak dijual pada saat berat badan tidak bertambah lagi (umur sekitar 1 - 1,5 tahun), dan diusahakan agar permintaan akan kambing cukup tinggi.
2. Harga diperkirakan berdasarkan : berat hidup x (45 sampai 50%) karkas x harga daging eceran.
5. CONTOH ANALISA USAHA TERNAK KAMBING
1. Pengeluaran
1. Bibit
* Bibit 1 ekor pejantan = 1 x Rp. 250.000,- Rp. 250.000,-
* Bibit 6 ekor betina = 1 x Rp. 200.000,- Rp. 1.200.000,-
Total Rp. 1.450.000,-
2. Kandang Rp. 500.000,-
3. Makanan Rp. 200.000,-
4. Obat-obatan Rp. 100.000,-
Total Pengeluaran Rp. 2.250.000,-
2. Pemasukan
1. Dari anaknya
Jika setelah 1 tahun, ke 6 produk menghasilkan 2 ekor, jumlah kambing yang bisa dijual setelah 1 tahun = 12 ekor. Jika harga tiap ekor Rp. 150.000,- maka dari 12 ekor tersebut akan dihasilkan : 12 x Rp. 150.000,- = Rp. 1.800.000,-
2. Dari induk
Pertambahan berat induk 50 gram per ekor per hari, maka setelah 2 tahun akan dihasilkan pertambahan berat : 7 x 50 gr x 365 = 127,75 kg. Total daging yang dapat dijual (7 x 15 kg) + 127,75 kg = 232,75 kg. Pendapatan dari penjualan daging = 232,75 kg x Rp. 10.000,-=Rp.2.327.500,-
3. Dari kotoran :
Selama 2 tahun bisa menghasilkan ± 70 karung x Rp. 1.000,- = Rp. 70.000,-
3. Keuntungan
1. Masuk:Rp.1.800.000+Rp. 2.327.500+Rp. 70.000 == Rp. 4.197.500,-
2. Keluar:Rp.1.450.000+Rp.500.000+Rp.200.000+Rp.100.000 == Rp. 2.250.000
3. Keuntungan selama 2 th: Rp. 4.197.500,- dikurang Rp. 2.250.000 == Rp. 1.947.500,- atau Rp. 81.145,- per bulan.
6. SUMBER
Brosur Ternak Kambing, Dinas Peternakan, Pemerintah DKI Jakarta, Jakarta Pusat (tahun 1997).
7. KONTAK HUBUNGAN
Dinas Peternakan, Pemerintah DKI Jakarta, Jl. Gunung Sahari Raya No. 11 Jakarta Pusat, Tel. (021) 626 7276, 639 3771 atau 600 7252 Pes. 202 Jakarta.

BUDIDAYA TERNAK KELINCI

1. SEJARAH SINGKAT

Ternak ini semula hewan liar yang sulit dijinakkan. Kelinci dijinakkan sejak 2000 tahun silam dengan tujuan keindahan, bahan pangan dan sebagai hewan percobaan. Hampir setiap negara di dunia memiliki ternak kelinci karena kelinci mempunyai daya adaptasi tubuh yang relatif tinggi sehingga mampu hidup di hampir seluruh dunia. Kelinci dikembangkan di daerah dengan populasi penduduk relatif tinggi, Adanya penyebaran kelinci juga menimbulkan sebutan yang berbeda, di Eropa disebut rabbit, Indonesia disebut kelinci, Jawa disebut
trewelu dan sebagainya.

2. SENTRA PERIKANAN

Di Indonesia masih terbatas daerah tertentu dan belum menjadi sentra produksi/dengan kata lain pemeliharaan masih tradisional.

3. JENIS

Menurut sistem Binomial, bangsa kelinci diklasifikasikan sebagai berikut :
Ordo : Lagomorpha
Famili : Leporidae
Sub famili : Leporine
Genus : Lepus, Orictolagus
Spesies : Lepus spp., Orictolagus spp.
Jenis yang umum diternakkan adalah American Chinchilla, Angora, Belgian, Californian, Dutch, English Spot, Flemish Giant, Havana, Himalayan, New Zealand Red, White dan Black, Rex Amerika. Kelinci lokal yang ada sebenarnya berasal dari dari Eropa yang telah bercampur dengan jenis lain hingga sulit dikenali lagi. Jenis New Zealand White dan Californian sangat baik untuk produksi daging, sedangkan Angora baik untuk bulu.

4. MANFAAT

Manfaat yang diambil dari kelinci adalah bulu dan daging yang sampai saat ini mulai laku keras di pasaran. Selain itu hasil ikutan masih dapat dimanfaatkan untuk pupuk, kerajinan dan pakan ternak.

5. PERSYARATAN LOKASI

Dekat sumber air, jauh dari tempat kediaman, bebas gangguan asap, bau-bauan, suara bising dan terlindung dari predator.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

Yang perlu diperhatikan dalam usaha ternak kelinci adalah persiapan lokasi yang sesuai, pembuatan kandang, penyediaan bibit dan penyediaan pakan.

1. Penyiapan Sarana dan Perlengkapan
Fungsi kandang sebagai tempat berkembangbiak dengan suhu ideal 21° C, sirkulasi udara lancar, lama pencahayaan ideal 12 jam dan melindungi ternak dari predator. Menurut kegunaan, kandang kelinci dibedakan menjadi kandang induk. Untuk induk/kelinci dewasa atau induk dan anak-anaknya, kandang jantan, khusus untuk pejantan dengan ukuran lebih besar dan Kandang anak lepas sapih. Untuk menghindari perkawinan awal kelompok dilakukan pemisahan antara jantan dan betina. Kandang berukuran 200x70x70 cm tinggi alas 50 cm cukup untuk 12 ekor betina/10 ekor jantan. Kandang anak (kotak beranak) ukuran 50x30x45 cm.
Menurut bentuknya kandang kelinci dibagi menjadi:
1. Kandang sistem postal, tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan dalam ruangan dan cocok untuk kelinci muda.
2. Kandang sistem ranch ; dilengkapi dengan halaman pengumbaran.
3. Kandang battery; mirip sangkar berderet dimana satu sangkar untuk satu ekor dengan konstruksi Flatdech Battery (berjajar), Tier Battery (bertingkat), Pyramidal Battery (susun piramid).
Perlengkapan kandang yang diperlukan adalah tempat pakan dan minum yang tahan pecah dan mudah dibersihkan.
2. Pembibitan
Untuk syarat ternak tergantung dari tujuan utama pemeliharaan kelinci tersebut. Untuk tujuan jenis bulu maka jenis Angora, American Chinchilla dan Rex merupakan ternak yang cocok. Sedang untuk tujuan daging maka jenis Belgian, Californian, Flemish Giant, Havana, Himalayan dan New Zealand merupakan ternak yang cocok dipelihara.
1. Pemilihan bibit dan calon induk
Bila peternakan bertujuan untuk daging, dipilih jenis kelinci yang berbobot badan dan tinggi dengan perdagingan yang baik, sedangkan untuk tujuan bulu jelas memilih bibit-bibit yang punya potensi genetik pertumbuhan bulu yang baik. Secara spesifik untuk keduanya harus punya sifat fertilitas tinggi, tidak mudah nervous, tidak cacat, mata bersih dan terawat, bulu tidak kusam, lincah/aktif bergerak.
2. Perawatan Bibit dan calon induk
Perawatan bibit menentukan kualitas induk yang baik pula, oleh karena itu perawatan utama yang perlu perhatian adalah pemberian pakan yang cukup, pengaturan dan sanitasi kandang yang baik serta mencegah kandang dari gangguan luar.
3. Sistem Pemuliabiakan
Untuk mendapat keturunan yang lebih baik dan mempertahankan sifat yang spesifik maka pembiakan dibedakan dalam 3 kategori yaitu:
1. In Breeding (silang dalam), untuk mempertahankan dan menonjolkan sifat spesifik misalnya bulu, proporsi daging.
2. Cross Breeding (silang luar), untuk mendapatkan keturunan lebih baik/menambah sifat-sifat unggul.
3. Pure Line Breeding (silang antara bibit murai), untuk mendapat bangsa/jenis baru yang diharapkan memiliki penampilan yang merupakan
perpaduan 2 keunggulan bibit.
4. Reproduksi dan Perkawinan
Kelinci betina segera dikawinkan ketika mencapai dewasa pada umur 5 bulan (betina dan jantan). Bila terlalu muda kesehatan terganggu dan mortalitas anak tinggi. Bila pejantan pertama kali mengawini, sebaiknya kawinkan dengan betina yang sudah pernah beranak. Waktu kawin pagi/sore
hari di kandang pejantan dan biarkan hingga terjadi 2 kali perkawinan, setelah itu pejantan dipisahkan.
5. Proses Kelahiran
Setelah perkawinan kelinci akan mengalami kebuntingan selama 30-32 hari. Kebuntingan pada kelinci dapat dideteksi dengan meraba perut kelinci betina 12-14 hari setelah perkawinan, bila terasa ada bola-bola kecil berarti terjadi kebuntingan. Lima hari menjelang kelahiran induk dipindah ke kandang beranak untuk memberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan cara merontokkan bulunya. Kelahiran kelinci yang sering terjadi malam hari dengan kondisi anak lemah, mata tertutup dan tidak berbulu. Jumlah anak yang dilahirkan bervariasi sekitar 6-10 ekor.
3. Pemeliharaan
1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
Tempat pemeliharaan diusahakan selalu kering agar tidak jadi sarang penyakit. Tempat yang lembab dan basah menyebabkan kelinci mudah pilek dan terserang penyakit kulit.
2. Pengontrolan Penyakit
Kelinci yang terserang penyakit umumnya punya gejala lesu, nafsu makan turun, suhu badan naik dan mata sayu. Bila kelinci menunjukkan hal ini segera dikarantinakan dan benda pencemar juga segera disingkirkan untuk mencegah wabah penyakit.
3. Perawatan Ternak
Penyapihan anak kelinci dilakukan setelah umur 7-8 minggu. Anak sapihan ditempatkan kandang tersendiri dengan isi 2-3 ekor/kandang dan disediakan pakan yang cukup dan berkualitas. Pemisahan berdasar kelamin perlu untuk mencegah dewasa yang terlalu dini. Pengebirian dapat dilakukan saat menjelang dewasa. Umumnya dilakukan pada kelinci jantan dengan membuang testisnya.
4. Pemberian Pakan
Jenis pakan yang diberikan meliputi hijauan meliputi rumput lapangan, rumput gajah, sayuran meliputi kol, sawi, kangkung, daun kacang, daun turi dan daun kacang panjang, biji-bijian/pakan penguat meliputi jagung, kacang hijau, padi, kacang tanah, sorghum, dedak dan bungkil-bungkilan. Untuk memenuhi pakan ini perlu pakan tambahn berupa konsentrat yang dapat dibeli di toko pakan ternak. Pakan dan minum diberikan dipagi hari sekitar pukul 10.00. Kelinci diberi pakan dedak yang dicampur sedikit air. Pukul 13.00 diberi rumput sedikit/secukupnya dan pukul 18.00 rumput diberikan dalam jumlah yang lebih banyak. Pemberian air minum perlu disediakan di kandang untuk mencukupi kebutuhan cairan tubuhnya.
5. Pemeliharaan Kandang
Lantai/alas kandang, tempat pakan dan minum, sisa pakan dan kotoran kelinci setiap hari harus dibersihkan untuk menghindari timbulnya penyakit. Sinar matahari pagi harus masuk ke kandang untuk membunuh bibit penyakit. Dinding kandang dicat dengan kapur/ter. Kandang bekas kelinci sakit
dibersihkan dengan kreolin/lysol.

7. HAMA DAN PENYAKIT

1. Bisul
Penyebab: terjadinya pengumpulan darah kotor di bawah kulit.
Pengendalian: pembedahan dan pengeluaran darah kotor selanjutnya diberi Jodium.
2. Kudis
Penyebab: Darcoptes scabiei. Gejala: ditandai dengan koreng di tubuh.
Pengendalian: dengan antibiotik salep.
3. Eksim
Penyebab: kotoran yang menempel di kulit.
Pengendalian: menggunakan salep/bedak Salicyl.
4. Penyakit telinga
Penyebab: kutu.
Pengendalian: meneteskan minyak nabati.
5. Penyakit kulit kepala
Penyebab: jamur.
Gejala: timbul semacam sisik pada kepala.
Pengendalian: dengan bubuk belerang.
6. Penyakit mata
Penyebab: bakteri dan debu.
Gejala: mata basah dan berair terus.
Pengendalian: dengan salep mata.
7. Mastitis
Penyebab: susu yang keluar sedikit/tak dapat keluar.
Gejala: puting mengeras dan panas bila dipegang.
Pengendalian: dengan tidak menyapih anak terlalu mendadak.
8. Pilek
Penyebab: virus.
Gejala: hidung berair terus.
Pengendalian: penyemprotan antiseptik pada hidung.
9. Radang paru-paru
Penyebab: bakteri Pasteurella multocida.
Gejala: napas sesak, mata dan telinga kebiruan.
Pengendalian: diberi minum Sul-Q-nox.
10. Berak darah
Penyebab: protozoa Eimeira.
Gejala: nafsu makan hilang, tubuh kurus, perut membesar dan mencret darah.
Pengendalian: diberi minum sulfaquinxalin dosis 12 ml dalam 1 liter air.
11. Hama pada kelinci umumnya merupakan predator dari kelinci seperti anjing. Pada umumnya pencegahan dan pengendalianhama dan penyakit dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan kandang, pemberian pakan yang sesuai dan memenuhi gizi dan penyingkiran sesegera mungkin ternak yang sakit.

8. PANEN

1. Hasil Utama
Hasil utama kelinci adalah daging dan bulu
2. Hasil Tambahan
Hasil tambahan berupa kotoran untuk pupuk
3. Penangkapan
Kemudian yang perlu diperhatikan cara memegang kelinci hendaknya yang benar agar kelinci tidak kesakitan.

9. PASCAPANEN

1. Stoving
Kelinci dipuasakan 6-10 jam sebelum potong untuk mengosongkan usus. Pemberian minum tetap .
2. Pemotongan
Pemotongan dapat dengan 3 cara:
1. Pemukulan pendahuluan, kelinci dipukul dengan benda tumpul pada kepala dan saat koma disembelih.
2. Pematahan tulang leher, dipatahkan dengan tarikan pada tulang leher. Cara ini kurang baik.
3. Pemotongan biasa, sama seperti memotong ternak lain.
3. Pengulitan
Dilaksanakan mulai dari kaki belakang ke arah kepala dengan posisi kelinci digantung.
4. Pengeluaran Jeroan
Kulit perut disayat dari pusar ke ekor kemudian jeroan seperti usus, jantung dan paru-paru dikeluarkan. Yang perlu diperhatikan kandung kemih jangan sampai pecah karena dapat mempengaruhi kualitas karkas.
5. Pemotongan Karkas
Kelinci dipotong jadi 8 bagian, 2 potong kaki depan, 2 potong kaki belakang, 2 potong bagian dada dan 2 potong bagian belakang. Presentase karkas yang baik 49-52%.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

1. Analisa Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya kelinci didasarkan pada jumlah ternak per 20 ekor induk:
1. Biaya Produksi
1. Kandang dan perlengkapan Rp. 1.000.000,-
2. Bibit induk 20 ekor @ Rp. 30.000, Rp. 600.000,-
3. Pejantan 3 ekor @ Rp. 20.000,- Rp. 60.000,-
4. Pakan
* Sayur + rumput Rp. 1.000.000,-
* Konsetrat (pakan tambahan) Rp. 2.000.000,-
5. Obat Rp. 1.000.000,-
6. Tenaga kerja 2 x 12 x Rp. 150.000,- Rp. 3.600.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 9.260.000,-
2. Pendapatan
Kelahiran hidup/induk/tahun = 31 ekor
Penjualan:
1. Bibit: 20 x 15 x Rp. 20.000,- Rp. 6.000.000,-
2. Kelinci potong 20 x 15 x Rp. 50.000,- Rp. 15.000.000,-
3. Feses/kotoran Rp. 60.000,-
4. Bulu Rp. 750.000,-
Jumlah pendapatan Rp. 21.810.000,-
3. Keuntungan Rp. 12.550.000,-
4. Parameter kelayakan usaha : - B/C ratio = 2,36
2. Gambaran Peluang Agribisnis
Gerakan peningkatan gizi yang dicanangkan pemerintah terutama yang berasal dari protein hewani sampai saat ini masih belum terpenuhi. Kebutuhan daging kita masih banyak dipenuhi dari impor. Kelinci yang punya keunggulan dalam cepatnya berkembang, mutu daging yang tinggi, pemeliharaan mudah dan rendahnya biaya produksi menjadikan ternak ini sangat potensial untuk dikembangkan. Apalagi didukung dengan permintaan pasar dan harga daging maupun bulu yang cukup tinggi.

11. DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous, 1986, Pemeliharaan Kelinci dan Burung Puyuh, Yasaguna, Jakarta.
2. Kartadisastra. HR, 1995, Beternak Kelinci Unggul, Kanisius, Yogyakarta.
3. Sarwono. B, 1985, Beternak Kelinci Unggul, Penebar Swadaya, Jakarta.
4. Yunus. M dan Minarti. S, 1990, Aneka Ternak, Universitas Brawijaya, Malang.

12. KONTAK HUBUNGAN

1. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

BUDIDAYA TERNAK DOMBA ( Bovidae )

1. SEJARAH SINGKAT

Domba yang kita kenal sekarang merupakan hasil dometikasi manusia yang sejarahnya diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon (Ovis musimon) yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia Kecil, Argali (Ovis amon) berasal dari Asia Tenggara, Urial (Ovis vignei) yang berasal dari Asia.

2. SENTRA PERIKANAN

Di Indonesia sentra peternakan domba berada di daerah Aceh dan Sumatra Utara. Di Aceh pada tahun 1993 tercatat sekitar 106 ribu ekor domba, sementara di Sumatera Utara sekitar 95 ribu ekor domba yang diternakan. Lahan yang digunakan untuk berternak di daerah Aceh berdasarkan data Puslit Tanah dan Agroklimat Deptan tahun 1979, seluas 5,5 juta hektar mulai dari kemampuan kelas I sampai VIII, sedangkan di Sumatera Utara luas lahan yang digunakan sekitar 7 juta hektar.

3. JENIS

Domba seperti halnya kambing, kerbau dan sapi, tergolong dalam famili Bovidae. Kita mengenal beberapa bangsa domba yang tersebar diseluruh dunia, seperti:

1. Domba Kampung adalah domba yang berasal dari Indonesia
2. Domba Priangan berasal dari Indonesia dan banyak terdapat di daerah Jawa Barat.
3. Domba Ekor Gemuk merupakan domba yang berasal dari Indonesia bagian Timur seperti Madura, Sulawesi dan Lombok.
4. Domba Garut adalah domba hasil persilangan segi tiga antara domba kampung, merino dan domba ekor gemuk dari Afrika Selatan.
Di Indonesia, khususnya di Jawa, ada 2 bangsa domba yang terkenal, yakni domba ekor gemuk yang banyak terdapat di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur dan domba ekor tipis yang banyak terdapat di Jawa Barat

4. MANFAAT

Daging domba merupakan sumber protein dan lemak hewani. Walaupun belum memasyarakat, susu domba merupakan minuman yang bergizi. Manfaat lain dari berternak domba adalah bulunya dapat digunakan sebagai industri tekstil.

5. PERSYARATAN LOKASI

Lokasi untuk peternakan domba sebaiknya berada di areal yang cukup luas, udaranya segar dan keadaan sekelilingnya tenang, dekat dengan sumber pakan ternak, memiliki sumber air, jauh dari daerah pemukiman dan sumber air penduduk (minimal 10 meter), relatif dekat dari pusat pemasaran dan pakan ternak.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1. Perkandangan
Kandang harus kuat sehingga dapat dipakai dalam waktu yang lama, ukuran sesua dengan jumlah ternak, bersih, memperoleh sinar matahari pagi, ventilasi kandang harus cukup dan terletak lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya agar tidak kebanjiran. Atap kandang diusahakan dari bahan yang ringan dan memiliki daya serap panas yang relatif kecil, misalnya dari atap rumbia.Kandang dibagi menjadi beberapa bagian sesuai fungsinya, yaitu:
1. Kandang induk/utama, tempat domba digemukkan. Satu ekor domba membutuhkan luas kandang 1 x 1 m.
2. Kandang induk dan anaknya, tempat induk yang sedang menyusui anaknya selama 3 bulan. Seekor induk domba memerlukan luas 1,5 x 1 m dan anak domba memerlukan luas 0,75 x 1 m.
3. Kandang pejantan, tempat domba jantan yang akan digunakan sebagai pemacak seluas 2 x 1,5 m/pemancak. Di dalam kandang domba sebaiknya terdapat tempat makan, palung makanan dan minuman, gudang makanan, tempat umbaran (tempat domba saat kandang dibersihkan) dan tempat kotoran/kompos.

Tipe dan model kandang pada hakikatnya dapat dibedakan dalam 2 tipe, yaitu:
1. Tipe kandang Panggung
Tipe kandang ini memiliki kolong yang bermanfaat sebagai penampung kotoran. Kolong digali dan dibuat lebih rendah daripada permukaan tanah sehingga kotoran dan air kencingnya tidak berceceran. Alas kandang terbuat dari kayu/bambu yang telah diawetkan, Tinggi panggung dari tanah dibuat minimal 50 cm/2 m untuk peternakan besar. Palung makanan harus dibuat rapat, agar bahan makanan yang diberikan tidak tercecer keluar.
2. Tipe kandang Lemprak
Kandang tipe ini pada umumnya digunakan untuk usaha ternak domba kereman. Kandang lemprak tidak dilengkapi dengan alas kayu, tetapi ternak beralasan kotoran dan sisa-sisa hijauan pakan. Kandang tidak dilengkapi dengan palung makanan, tetapi keranjang rumput yang
diletakkan diatas alas. Pemberian pakan sengaja berlebihan, agar dapat hasil kotoran yang banyak. Kotoran akan dibongkar setelah sekitar 1-6 bulan.
2. Penyiapan Bibit
Domba yang unggul adalah domba yang sehat dan tidak terserang oleh hama penyakit, berasal dari bangsa domba yang persentase kelahiran dan kesuburan tinggi, serta kecepatan tumbuh dan persentase karkas yang baik. Dengan demikian keberhasilan usaha ternak domba tidak bisa dipisahkan dengan pemilihan induk/pejantan yang memiliki sifat-sifat yang baik.
1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
1. Calon Induk: berumur 1,5-2 tahun, tidak cacat, bentuk perut normal, telinga kecil hingga sedang, bulu halus, roman muka baik dan memiliki
nafsu kawin besar dan ekor normal.
2. Calon Pejantan: berumur 1,5-2 tahun, sehat dan tidak cacat, badan normal dan keturunan dari induk yang melahirkan anak 2 ekor/lebih, tonjolan tulang pada kaki besar dan mempunyai buah zakar yang sama besar serta kelaminnya dapat bereaksi, mempunyai gerakan yang lincah, roman muka baik dan tingkat pertumbuhan relatif cepat.
2. Reproduksi dan Perkawinan
Hal yang harus di ketahui oleh para peternak dalam pengelolaan reproduksi adalah pengaturan perkawinan yang terencana dan tepat waktu.
1. Dewasa Kelamin, yaitu saat ternak domba memasuki masa birahi yang pertama kali dan siap melaksanakan proses reproduksi. Fase ini dicapai pada saat domba berumur 6-8 bulan, baik pada yang jantan maupun yang betina.
2. Dewasa tubuh, yaitu masa domba jantan dan betina siap untuk dikawinkan. Masa ini dicapai pada umur 10-12 bulan pada betina dan 12 bulan pada jantan. Perkawinan akan berhasil apabila domba betina dalam keadaan birahi.
3. Proses Kelahiran
Lama kebuntingan bagi domba adalah 150 hari (5 bulan). Menjelang kelahiran anak domba, kandang harus bersih dan diberi alas yang kering. Bahan untuk alas kandang dapat berupa karung goni/jerami kering. Obat yang perlu dipersiapkan adalah jodium untuk dioleskan pada bekas potongan tali pusar. Induk domba yang akan melahirkan dapat diketahui melalui perubahan fisik dan perilakunya sebagai berikut:
1. Keadaan perut menurun dan pinggul mengendur.
2. Buah susu membesar dan puting susu terisi penuh.
3. Alat kelamin membengkak, berwarna kemerah-merahan dan lembab.
4. Ternak selalu gelisah dan nafsu makan berkurang.
5. Sering kencing.


Proses kelahiran berlangsung 15-30 menit, jika 45 menit setelah ketuban pecah, anak domba belum lahir, kelahiran perlu dibantu. Anak domba yang baru lahir dibersihkan dengan menggunakan lap kering agar dapat bernafas. Biasanya induk domba akan menjilati anaknya hingga kering dan bersih.
3. Pemeliharaan
1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
Sanitasi lingkungan dapat dilakukan dengan membersihkan kandang dan peralatan dari sarang serangga dan hama. kandang terutama tempat pakan dan tempat minum dicuci dan dikeringkan setiap hari. Perlu dilakukan pembersihan rumput liar di sekitar kandang. Kandang ternak dibersihkan seminggu sekali.
2. Pengontrolan Penyakit
Domba yang terserang penyakit dapat segera diobati dan dipisahkan dari yang sehat. Lakukan pencegahan dengan menyuntikan vaksinasi pada domba-domba yang sehat.
3. Perawatan Ternak
Induk bunting diberi makanan yang baik dan teratur, ruang gerak yang lapang dan dipisahkan dari domba lainnya. induk yang baru melahirkan diberi minum dan makanan hijauan yang telah dicampurkan dengan makanan penguat lainnya. Selain itu, induk domba harus dimandikan. Anak domba (Cempe) yang baru dilahirkan, dibersihkan dan diberi makanan yang terseleksi. Cempe yang disapih perlu diperhatikan. pakan yang berkualitas
dalam bentuk bubur tidak lebih dari 0,20 kg satu kali sehari.
Perawatan ternak dewasa meliputi:
1. Memandikan ternak secara rutin minimal seminggu sekali. dengan cara disikat dan disabuni. pada pagi hari, kemudian dijemur dibawah sinar
matahari pagi.
2. Mencukur Bulu
Pencukuran bulu domba dengan gunting biasa/cukur ini. dilakukan minimal 6 bulan sekali dan disisakan guntingan bulu setebal kira-kira 0,5 cm. Sebelumnya domba dimandikan sehingga bulu yang dihasilkan dapat dijadikan bahan tekstil. Keempat kaki domba diikat agar tidak lari pada saat dicukur. Pencukuran dimulai dari bagian perut kedepan dan searah dengan punggung domba.
3. Merawat dan Memotong Kuku
Pemotongan kuku domba dipotong 4 bulan sekali dengan golok, pahat kayu, pisau rantan, pisau kuku atau gunting.
4. Pemberian Pakan
Zat gizi makanan yang diperlukan oleh ternak domba dan mutlak harus tersedia dalam jumlah yang cukup adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Bahan pakan untuk domba pada umumnya digolongkan dalam 4 golongan sebagai berikut:
1. Golongan Rumput-rumputan, seperti rumput gajah, benggala, brachiaria, raja, meksiko dan rumput alam.
2. Golongan Kacang-kacangan, seperti daun lamtoro, turi, gamal daun kacang tanah, daun kacang-kacangan, albisia, kaliandra, gliricidia dan
siratro.
3. Hasil Limbah Pertanian, seperti daun nangka, daun waru, daun dadap, daun kembang sepatu, daun pisang, daun jagung, daun ketela pohon,
daun ketela rambat dan daun beringin.
4. Golongan Makanan Penguat (Konsentrat), seperti dedak, jagung karing, garam dapur, bungkil kelapa, tepung ikan, bungkil kedelai, ampas tahu, ampas kecap dan biji kapas.

Pakan untuk domba berupa campuran dari keempat golongan di atas yang disesuaikan dengan tingkatan umur. Adapun proporsi dari campuran tersebut adalah:
1. Ternak dewasa: rumput 75%, daun 25%
2. Induk bunting: rumput 60%, daun 40%, konsentrat 2-3 gelas
3. Induk menyusui: rumput 50%, daun 50% dan konsentrat2-3 gelas
4. Anak sebelum disapih: rumput 50%, daun 50%
5. Anak lepas sapih: rumput 60%, daun 40% dan konsentrat 0,5–1 gelas


Sedangkan dosis pemberian ransum untuk pertumbuhan domba adalah sebagai berikut:
1. Bobot badan 1,4 kg: rumput/hijauan=180 kg/hari, pertambahan bobot=50 gram/hari
2. Bobot badan 1,4 kg: rumput/hijauan=340 kg/hari, pertambahan bobot=100 gram/hari
3. Bobot badan 1,4 kg: rumput/hijauan=410 kg/hari, pertambahan bobot=150 gram/hari
4. Bobot badan 2,9 kg: rumput/hijauan=110 kg/hari, pertambahan bobot=50 gram/hari
5. Bobot badan 2,9 kg: rumput/hijauan=280 kg/hari, pertambahan bobot=100 gram/hari
6. Bobot badan 2,9 kg: rumput/hijauan=440 kg/hari, pertambahan bobot=150 gram/hari
7. Bobot badan 4,3 kg: konsentrat=160 gram/hari, pertambahan bobot=50 gram/hari
8. Bobot badan 4,3 kg: konsentrat=320 gram/hari, pertambahan bobot=100 gram/hari
9. Bobot badan 4,3 kg: konsentrat=470 gram/hari, pertambahan bobot=150 gram/hari
10. Bobot badan 5,8 kg: konsentrat=100 gram/hari, pertambahan bobot=50 gram/hari
11. Bobot badan 5,8 kg: konsentrat=260 gram/hari, pertambahan bobot=100 gram/hari
12. Bobot badan 5,8 kg: konsentrat=410 gram/hari, pertambahan bobot=150 gram/hari
13. Bobot badan 7,2 kg: konsentrat=60 gram/hari, pertambahan bobot=50 gram/hari
14. Bobot badan 7,2 kg: konsentrat=180 gram/hari, pertambahan bobot=100 gram/hari
15. Bobot badan 7,2 kg: konsentrat=340 gram/hari, pertambahan bobot=150 gram/hari
16. Bobot badan 8,7 kg: konsentrat=50 gram/hari, pertambahan bobot=50 gram/hari
17. Bobot badan 8,7 kg: konsentrat=110 gram/hari, pertambahan bobot=100 gram/hari
18. Bobot badan 8,7 kg: konsentrat=260 gram/hari, pertambahan bobot=150 gram/hari
19. Bobot badan 10,1 kg: konsentrat=40 gram/hari, pertambahan bobot=50 gram/hari
20. Bobot badan 10,1 kg: konsentrat=280 gram/hari, pertambahan bobot=100 gram/hari
21. Bobot badan 10,1 kg: konsentrat=440 gram/hari, pertambahan bobot=150 gram/hari
5. Pemberian Vaksinasi dan Obat
Pemberian vaksinasi dapat dilakukan setiap enam bulan sekali vaksinasi dapat dilakukan dengan menyuntikan obat kedalam tubuh domba. Vaksinasi mulai dilakukan pada anak domba (cempe) bila telah berusia 1 bulan, selanjutnya diulangi pada usia 2-3 bulan. Vaksinasi yang biasa diberikan adalah jenis vaksin Spora (Max Sterne), Serum anti anthrax, vaksin AE, dan Vaksin SE (Septichaemia Epizootica).
6. Pemeliharaan Kandang
Pemeliharaan kandang meliputi pembersihan kotoran domba menimal satu minggu sekali, membuang kotoran ke tempat penampungan limbah, membersihkan lantai atau alas, penyemprotan dan pengapuran kandang untuk disinfektan.

7. HAMA DAN PENYAKIT

1. Penyakit Mencret
Penyebab: bakteri Escherichia coli yang menyerang anak domba berusia 3 bulan. Pengobatan: antibiotika dan sulfa yang diberikan lewat mulut.
2. Penyakit Radang Pusar
Penyebab: alat pemotongan pusar yang tidak steril atau tali pusar tercemar oleh bakteri Streptococcus, Staphyloccus, Escherichia coli dan Actinomyces necrophorus. Usia domba yang terserang biasanya cempe usia 2-7 hari. Gejala: terjadi pembengkakan di sekitar pusar dan apabila disentuh domba akan kesakitan. Pengendalian: dengan antibiotika, sulfa dan pusar dikompres dengan larutan rivanol (Desinfektan).
3. Penyakit Cacar Mulut
Penyakit ini menyerang domba usia sampai 3 bulan. Gejala: cempe yang terserang tidak dapat mengisap susu induknya karena tenggorokannya terasa sakit sehingga dapat mengakibatkan kematian. Pengendalian: dengan sulfa seperti Sulfapyridine, Sulfamerozine, atau pinicillin.
4. Penyakit Titani
Penyebab: kekurangan Defisiensi Kalsium (Ca) dan Mangan (Mn). Domba yang diserang biasanya berusia 3-4 bulan. Gejala: domba selalu gelisah, timbul kejang pada beberapa ototnya bahkan sampai keseluruh badan. Penyakit ini dapat diobati dengan menyuntikan larutan Genconos calcicus dan Magnesium.
5. Penyakit Radang Limoah
Penyakit ini menyerang domba pada semua usia, sangat berbahaya, penularannya cepat dan dapat menular ke manusia. Penyebab: bakteri Bacillus anthracis.. Gejala: suhu tubuh meninggi, dari lubang hidung dan dubur keluar cairan yang bercampur dengan darah, nadi berjalan cepat, tubuh gemetar dan nafsu makan hilang. Pengendalian: dengan menyuntikan antibiotika Pracain penncillin G, dengan dosis 6.000-10.000 untuk /kg berat tubuh domba tertular.
6. Penyakit Mulut dan kuku
Penyakit menular ini dapat menyebabkan kematian pada ternak domba, dan yang diserang adalah pada bagian mulut dan kuku. Penyebab: virus dan menyerang semua usia pada domba Gejala: mulut melepuh diselaputi lendir. Pengendalian: membersihkan bagian yang melepuh pada mulut dengan menggunakan larutan Aluminium Sulfat 5%, sedangkan pada kuku dilakukan dengan merendam kuku dalam larutan formalin atau Natrium karbonat 4%.
7. Penyakit Ngorok
Penyebab: bakteri Pasteurella multocida. Gejala: nafsu makan domba berkurang, dapat menimbulkan bengkak pada bagian leher dan dada. Semua usia domba dapat terserang penyakit ini, domba yang terserang terlihat lidahnya bengkak dan menjulur keluar, mulut menganga, keluar lendir berbuih dan sulit tidur. Pengendalian: menggunakan antibiotika lewat air minum atau suntikan.
8. Penyakit perut Kembung
Penyebab: pemberian makanan yang tidak teratur atau makan rumput yang masih diselimuti embun. Gejala: lambung domba membesar dan dapat menyebabkan kematian. Untuk itu diusahakan pemberian makan yang teratur jadwal dan jumlahnya jangan digembalakan terlalu pagi Pengendalian: memberikan gula yang diseduh dengan asam, selanjutnya kaki domba bagian depan diangkat keatas sampai gas keluar.
9. Penyakit Parasit Cacing
Semua usia domba dapat terserang penyakit ini. Penyebab: cacing Fasciola gigantica (Cacing hati), cacing Neoascaris vitulorum (Cacing gelang), cacing Haemonchus contortus (Cacing lambung), cacing Thelazia rhodesii (Cacing mata). Pengendalian: diberikan Zanil atau Valbazen yang diberikan lewat minuman, dapat juga diberi obat cacing seperti Piperazin dengan dosis 220 mg/kg berat tubuh domba.
10. Penyakit Kudis
Merupakan penyakit menular yang menyerang kulit domba pada semua usia. Akibat dari penyakit ini produksi domba merosot, kulit menjadi jelek dan mengurangi nilai jual ternak domba. Penyebab: parasit berupa kutu yang bernama Psoroptes ovis, Psoroptes ciniculi dan Chorioptes bovis. Gejala: tubuh domba lemah, kurus, nafsu makan menurun dan senang menggaruk tubuhnya. Kudis dapat menyerang muka, telinga, perut punggung, kaki dan pangkal ekor. Pengendalian: dengan mengoleskan Benzoas bensilikus 10% pada luka, menyemprot domba dengan Coumaphos 0,05-0,1%.
11. Penyakit Dermatitis
Adalah penyakit kulit menular pada ternak domba, menyerang kulit bibit domba. Penyebab: virus dari sub-group Pox virus dan menyerang semua usia domba. Gejala: terjadi peradangan kulit di sekitar mulut, kelopak mata, dan alat genital. Pada induk yang menyusui terlihat radang kelenjar susu. Pengendalian: menggunakan salep atau Jodium tinctur pada luka.
12. Penyakit Kelenjar Susu
Penyakit ini sering terjadi pada domba dewasa yang menyusui, sehingga air susu yang diisap cempe tercemar. Penyebab: ambing domba induk yang menyusui tidak secara ruti dibersihkan. Gejala: ambing domba bengkak, bila diraba tersa panas, terjadi demam dan suhu tubuh tinggi, nafsu makan kurang, produsi air susu induk berkurang. Pengendalian: pemberian obat-obatan antibiotika melalui air minum.

Secara umum pengendalian dan pencegahan penyakit yang terjadi pada domba dapat dilakukan dengan:

1. Menjaga kebersihan kandang, dan mengganti alas kandang.
2. Mengontrol anak domba (cempe) sesering mungkin.
3. Memberikan nutrisi dan makanan penguat yang mengandung mineral, kalsium dan mangannya.
4. Memberikan makanan sesuai jadwal dan jumlahnya, Hijauan pakan yang baru dipotong sebaiknya dilayukan lebih dahulu sebelum diberikan.
5. Menghindari pemberian makanan kasar atau hijauan pakan yang terkontaminasi siput dan sebelum dibrikan sebainya dicuci dulu.
6. Sanitasi yang baik, sering memandikan domba dan mencukur bulu.
7. Tatalaksana kandang diatur dengan baik.
8. Melakukan vaksinasi dan pengobatan pada domba yang sakit.

8. PANEN

1. Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya domba adalah karkas (daging)
2. Hasil Tambahan
Hasil tambahan dari budidaya domba adalah bulunya (wool) yang dapat di jadikan sebagai bahan tekstil.
3. Pembersihan
Sebelum dipotong ternak dibersihkan dengan cara mencuci kaki domba dan menyemprotkan air diatas kepala ternak agar karkas yang dihasilkan tidak
tercemar oleh bakteri dan kotoran.

9. PASCAPANEN

1. Stoving
Ada beberapa prinsip teknis yang harus diperhatikan dalam pemotongan domba agar diperoleh hasil pemotongan yang baik, yaitu:
1. Ternak domba harus diistirahatkan sebelum pemotongan
2. Ternak domba harus bersih, bebas dari tanah dan kotoran lain yang dapat mencemari daging.
3. Pemotongan ternak harus dilakukan secepat mungkin, dan rasa sakit yang diderita ternak diusahakan sekecil mungkin dan darah harus keluar secara tuntas.
4. Semua proses yang digunakan harus dirancang untuk mengurangi jumlah dan jenis mikroorganisme pencemar seminimal mungkin.
2. Pengulitan
Pengulitan pada domba yang telah disembelih dapat dilakukan dengan menggunakan pisau tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak. Kulit domba dibersihkan dari daging, lemak, noda darah atau kotoran yang menempel. Jika sudah bersih, dengan alat perentang yang dibuat dari kayu, kulit domba dijemur dalam keadaan terbentang. Posisi yang paling baik untuk penjemuran dengan sinar matahari adalah dalam posisi sudut 45 derajat.
3. Pengeluaran Jeroan
Setelah domba dikuliti, isi perut (visceral) atau yang sering disebut dengan jeroan dikeluarkan dengan cara menyayat karkas (daging) pada bagian perut
domba.
4. Pemotongan Karkas
Karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kiri dan karkas tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong menjadi sub-bagian leher, paha depan, paha belakang, rusuk dan punggung. Potongan tersebut dipisahkan menjadi komponen daging, lemak, tulang dan tendon. Pemotongan karkas
harus mendapat penanganan yang baik supaya tidak cepat menjadi rusak, terutama kualitas dan hygienitasnya. Sebab kondisi karkas dipengaruhi oleh peran mikroorganisme selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis usaha domba selama 136 hari di Bogor tahun 1995 adalah sebagai berikut:
1. Biaya produksi
1. Lahan
* Sewa tanah 700 m 2 (5 bulan) Rp. 100.000,-
2. Bibit
* Domba lepas sapih 100 ekor@ Rp.40.000,- Rp. 4.000.000,-
3. Bangunan dan peralatan
* Kandang ukuran 3,5 m x 18,75 m (2 buah) :
o Bambu 360 batang @ Rp. 2.000,- Rp. 720.000,-
o Papan kayu panjang 2 m (352 buah) @ Rp. 2.000,- Rp. 704.000,-
o Paku reng 8 kg @ Rp. 4.000,- Rp. 32.000,-
o Paku usuk 10 kg @ Rp. 2.500,- Rp. 25.000,-
o Genting 6.480 buah @ Rp. 200,- Rp. 1.296.000,-
o Tali 42 m @ Rp. 700,00 Rp. 29.400,-
* Base Camp + gudang ukuran 5 m x 6 m :
o Bambu 28 batang @ Rp.2.000,- Rp. 56.000,-
o Papan kayu panjang 2 m 60 buah @ Rp.1.800,- Rp. 108.000,-
o Paku reng 2 kg @ Rp.4.000,00 Rp. 8.000,-
o Paku usuk 3 kg @ Rp.2.500,00 Rp. 7.500,-
o Genting 1.200 buah @ Rp.200,- Rp. 240.000,-
o Tali 15 m @ Rp. 700,- Rp. 10.500,-
* Peralatan
o Tempat minum dia 25 cm(100 buah) @ Rp.2.500,- Rp. 250.000,-
o Sekop 2 buah @ Rp.12.500,- Rp. 25.000,-
o Ember plastik diameter 25 cm (3 bh) @ Rp.2.500,- Rp. 7.500,-
o Tong bak air (2 buah) @ Rp.35.000,- Rp. 70.000,-
o Ciduk (4 buah) @ Rp.1.500,- Rp. 6.000,-
4. Pakan
* Hijauan/rumput 34.000 kg @ Rp.500,- Rp. 17.000.000,-
* Konsentrat Rp. 2.450.000,-
* Dedak 1.780 kg @ Rp.600,- Rp. 1.068.000,-
* Bungkil kelapa 890 kg @ Rp.1.250,- Rp. 1.112.500,-
* Tepung jagung 534,1 kg @ Rp.900,- Rp. 480.690,-
* Bungkil kacang tanah 284,9 kg @ Rp.1800,- Rp. 512.820,-
* Garam dapur 35,598 kg @ Rp.500,- Rp. 17.800,-
* Tepung tulang 23,472 kg @ Rp.600,- Rp. 14.100,-
* Kapur 23,472 kg @ Rp.600,- Rp. 14.100,-
5. Tenaga kerja
* Tenaga kerja 112 HKSP @ Rp.7.000,- Rp. 784.000,-
* Tenaga kerja 15 HKSP @ Rp.7.000,- Rp. 105.000,-
* Tenaga kerja pemeliharaan selama 136 hari Rp. 884.000,-
6. Biaya tak terduga 10% Rp. 3.213.800,-
Total Modal Usaha Tani Rp. 35.351.710,-
2. Pendapatan
1. Nilai penjualan ternak100 x 95% x Rp.400.000,- Rp. 38.000.000,-
2. Nilai penjualan pupuk kandang Rp 250.000,- : Total Pendapatan (II) Rp. 38.250.000,-
3. Keuntungan usaha : (II - I) Rp. 2.898.290,-
3. Parameter kelayakan usaha
Total Pendapatan
a. B/C Ratio = ........ . = 1,08
Total biaya produksi
2. Gambaran Peluang Agribisnis : …

11. DAFTAR PUSTAKA

1. Bambang agus murtidjo. 1993. Memelihara Domba, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
2. Bambang Cahyono. 1998. Beternak Domba dan Kambing, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
3. Bambang Sugeng. 1990. Beternak Domba. Penebar Swadaya, Jakarta,
4. Joko santoso dkk. 1991. Pengembangan Ternak Potong di Pedesaan (Prosiding), Fakultas Peternakan UNSOED. Purwokerto.
5. Warta pertanian No. 125/Th.X/1993, Peternakan, Jakarta, 1993.

12. KONTAK HUBUNGAN

1. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

PENGATURAN PRODUKSI ANAK DOMBA

1. KELUARAN
Pola produksi tepat sasaran
2. PEDOMAN TEKNIS
1. Pengaturan perkawinan domba ditujukan untuk mengatur produksi anak disesuaikan dengan target penjualan. Minimal target yang dikejar adalah satu ekor per bulan dapat dijual.
2. Pejantan dan 8 ekor betina merupakan skala usaha terkecil untuk menghasilkan anak satu setiap bulan. domba induk disatukan dengan pejantan selama 2 bulan dan diganti setiap 2 bulan dengan induk berikutnya tidak bunting.
3. Lama pemeliharaan anak bersama induk adalah 3 bulan dan disapih untuk tujuan penggemukan atau bibit.
4. pakan untuk induk bunting dan menyusui ditambahkan pakan tambahan disamping pakan dasar rumput/hijauan (1 1/2 % berat badan)
3. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001
4. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia